Sepasang Suami Istri sebut saja namanya Ryan dan Ani istrinya. Suatu malam ketika Ryan kembali ke rumah, istrinya menghidangkan makan malam untuknya. Sambil memegang tangannya Ryan berkata,"Saya ingin mengatakan sesuatu kepadamu." Istrinya lalu duduk disampingnya sambil menemani makan malam dengan tenang. Tiba-tiba Ryan tidak tahu harus memulai percakapan dari mana. Kata-kata rasanya berat keluar dari mulutnya.
Nampaknya Ryan menginginkan sebuah perceraian diantara keduanya, kerena itu dia memberanikan diri untuk berbicara dengan sang istri. "Mengapa. Apa yang salah padaku?" tanya sang istri. Namun Ryan tak menjawabnya,hanya diam dan menundukan kepala.
Malam itu kami tidak saling bertegur sapa. Sang istri terus menangis dan menangis. Ryan tahu bahwa istrinya ingin sekali mengetahui alasannya, dibalik keinginannya untuk bercerai.
Dengan sebuah rasa bersalah yang mendalam, Ryan membuat sebuah pernyataan persetujuan untuk bercerai dan Istrinya dapat memiliki rumah, mobil dan 30% dari keuntungan perusahaan Ryan. Dia sungguh marah dan merobek kertas perjanjian itu. Wanita yang telah menghabiskan 10 tahun hidupnya bersamanya itu telah menjadi orang asing di hatinya. "Aku meminta maaf karena telah membuang waktu 10 tahun bersamaku, untuk semua usaha dan energi yang kau berikan kepada Ku, tapi aku tidak dapat menarik kembali apa yang telah aku katakan kepada Jane, wanita simpananku, bahwa aku sungguh mencintainya,"ucap Ryan kepada istrinya.
Istrinya menangis lagi. Bagi Ryan tangisannya kini tidak berarti apa-apa lagi, keinginannya untuk bercerai telah bulat.
Hari berikutnya ketika Ryan kembali ke rumah sedikit larut malam, Dia menemukan Ani(yang kini telah menjadi mantan istrinya) sedang menulis sesuatu di atas meja di ruang tidur mereka. Ryan tak makan malam, dia langsung pergi tidur karena mengantuk yang tak tertahankan akibat rasa capai seharian bertemu dengan Jane (wanita simpanannya).
Pagi harinya, mantan istrinya menyerahkan syarat-syarat perceraian yang telah ditulisnya semalam. Dia tidak meminta sesuatupun pada Ryan, tapi hanya membutuhkan waktu 1 bulan sebelum perceraian. Dia meminta kepada Ryan dalam sebulan itu, mereka harus berjuang untuk hidup normal layaknya suami istri. Alasanya sangat sederhana, putra mereka akan menjalani ujian dalam bulan itu sehingga dia tidak ingin mengganggunya dengan rencana perceraian mereka. Selain itu dia Ani juga meminta agar Ryan harus menggendongnya selama sambil mengenang kembali saat pesta pernikahan mereka. Dia meminta Ryan untuk menggendongnya selama sebulan itu dari kamar tidur samapai muka depan pintu setiap pagi.
Ryan pikir dia sudah gila. Akan tetapi Ryan mencoba untuk membuat hari-hari terakhir menjadi indah demi perceraian yang Ryan inginkan, dan Ryan pun menyetujui syarat-syarat yang Ani berikan.
Ryan menceritakan hal itu kepada Jane. Jane tertawa terbahak-bahak mendengarnya. "Terserah saja apa yang menjadi tuntutannya, tapi yang pasti dia akan menghadapi perceraian yang telah kita rencanakan," Ucap Jane.
Ada rasa kaku saat menggendongnya untuk pertama kali, karena mereka tak pernah lagi melakukan hubungan suami istri belakangan ini. Putranya melihat keduanya, dan putranya bertepuk tanagn di belakang mereka. "Wow, papa sedang menggendong mama." Sambil memeluknya dengan erat, Ani berkata,"Jangan beritahukan perceraian ini pada putra kita".
Pada hari kedua, mereka berdua melakukannya dengan lebih mudah. Ani merapat melekat
erat di dada sang mantan suaminya. Ryan dapat mencium dan merasakan keharuman tubuhnya. Ryan
menyadari bahwa dia tidak memperhatikan wanita ini dengan seksama untuk waktu
yang agak lama dan menyadari bahwa dia tidak muda seperti dulu lagi, ada
bintik-bintik kecil di wajahnya, rambutnya pun sudah mulai beruban. Namun entah
kenapa, hal itu membuat Ryan mengingat bagaimana pernikahan mereka dulu.
Pada hari keempat, ketika Ryan menggendongnya, Ryan mulai merasakan kedekatan.
"Inilah wanita yang telah memberi dan mengorbankan 10 tahun kehidupannya
untukku", ucap Ryan dalam hatinya.
Pada hari keenam dan ketujuh, Ryan mulai menyadari bahwa kedekatan mereka
sebagai suami istri mulai tumbuh kembali di hatinya. Ryan tentu tidak mengatakan
perasaan ini kepada Jane.
Suatu hari, Ryan memperhatikan Ani sedang memilih pakaian yang hendak dia
kenakan. Dia mencoba beberapa darinya tapi tidak menemukan satu pun yang cocok
untuknya. Dia sedikit mengeluh, "Semua pakaianku terasa terlalu besar
untuk tubuhku sekarang."
Ryan mulai menyadari bahwa dia semakin kurus dan
itulah sebabnya kenapa Ryan dapat dengan mudah menggendongnya. Ryan menyadari
bahwa dia telah memendam banyak luka dan kepahitan hidup di hatinya. Seketika itu Ryan lalu
mengulurkan tangan dan menyentuh kepalanya.
Tiba-tiba putra mereka muncul dan berkata," Papa, sekarang saatnya untuk menggendong
dan membawa mama." Bagi putranya , melihat Ryan menggendong dan membawa mamanya
menjadi peristiwa yang penting dalam hidupnya. Ani mendekati sang buah hati dan
memeluk erat tubuhnya penuh keharuan. Ryan memalingkan wajahnya dari peristiwa
yang bisa mempengaruhi dan mengubah keputusannya untuk bercerai.
Ryan lalu mengangkatnya dengan kedua tangan, berjalan dari kamar tidur mereka,
melalui ruang santai sampai ke pintu depan. Tangannya melingkar erat di leher Ryan
dengan lembut dan sangat romantis layaknya suami istri yang harmonis. Ryan pun
memeluk erat tubuhnya, seperti momen hari pernikahan mereka 10 tahun yang lalu.
Akan tetapi tubuhnya yang sekarang ringan membuatknya sedih.
Pada hari terakhir, Ryan menggendongnya dengan kedua lengannya. Ryan susah
bergerak meski cuma selangkah ke depan. Putranya telah pergi ke sekolah. Ryan
memeluknya erat sambil berkata, "Aku tidak pernah memperhatikan selama ini
hidup pernikahan kita telah kehilangan keintiman satu dengan yang lain."
Ryan mengendarai sendiri kendaraan ke kantornya, mampir ke tempat Jane. Melompat
keluar dari mobilnya tanpa mengunci pintunya. Begitu cepatnya karena dia takut
jangan sampai ada sesuatu yang membuatnya mengubah pikirannya. Ryan naik ke lantai
atas. Jane membuka pintu dan dia langsung berkata padanya. "Maaf Jane, aku
tidak ingin menceraikan istriku."
Jane memandangnya penuh tanda tanya bercampur keheranan dan kemudian menyentuh
dahi Ryan dengan jarinya. Ryan mengelak dan berkata, "Maaf Jane, aku tidak
akan bercerai. Hidup perkawinanku terasa membosankan karena dia dan aku tidak
memaknai setiap momen kehidupan kami, bukan karena kami tidak saling mencintai
satu sama lain. Sekarang aku menyadari sejak aku menggendongnya sebagai
syaratnya itu, aku ingin terus menggendongnya sampai hari kematian kami."
Jane sangat kaget mendengar jawaban Ryan. Dia menampar Ryan dan kemudian membanting
pintu dengan keras. Ryan tidak menghiraukannya lalu ryan menuruni tangga dan
mengendarai mobilnya pergi menjauhinya. Ryan singgah di sebuah toko bunga di
sepanjang jalan itu, dia memesan bunga untuk Ani. Gadis penjual bunga
bertanya ,"apa yang harus kutulis di kartunya?". Ryan tersenyum dan menulis,
"Aku akan menggendongmu setiap pagi sampai kematian menjemputku."
Petang hari ketika Ryan tiba di rumah, dengan bunga di tangannya, sebuah senyum
menghias wajahnya. Dia berlari hanya untuk bertemu dengan Ani dan
menyerahkan bunga itu sambil merangkulnya untuk memulai sesuatu yang baru dalam
perkawinan kami. Tapi apa yang kutemukan?
Ani telah meninggal di atas
tempat tidur yang telah mereka tempati bersama 10 tahun pernikahan mereka.
Ryan baru tahu kalau istrinya selama ini berjuang melawan kanker ganas yang telah
menyerangnya berbulan-bulan tanpa sepengetahuan Ryan karena kesibukannya menjalin
hubungan asmara dengan Jane. Ani tahu bahwa dia akan meninggal dalam waktu
yang relatif singkat. Meskipun begitu, dia ingin menyelamatkan Ryan dari pandangan
negatif yang mungkin lahir dari putra mereka karena Ryan menginginkan perceraian,
karena reaksi kebodohan Ryan sebagai seorang suami dan ayah, untuk menceraikan
wanita yang telah berkorban selama sepuluh tahun yang mempertahankan pernikahan mereka dan demi putra mereka.
Betapa berharganya sebuah pernikahan saat kita bisa melihat atau mengingat apa
yang membuatnya berharga. Ingat ketika dulu perjuangan yang harus dilakukan,
ingat tentang kejadian-kejadian yang telah terjadi di antara kalian, ingat juga
tentang janji pernikahan yang telah dikatakan. Semuanya itu harusnya hanya
berakhir saat maut memisahkan.
Sekecil apapun dari peristiwa atau hal dalam hidup sangat mempengaruhi hubungan
kita. Itu bukan tergantung pada uang di bank, mobil atau kekayaan apapun
namanya. Semuanya ini bisa menciptakan peluang untuk menggapai kebahagiaan tapi yang pasti bahwa mereka tidak bisa memberikan kebahagiaan itu dari diri
mereka sendiri. Suami-istrilah yang harus saling memberi demi kebahagiaan itu.
Karena itu, selalu dan selamanya jadilah teman bagi pasanganmu dan buatlah
hal-hal yang kecil untuknya yang dapat membangun dan memperkuat hubungan dan
keakraban di dalam hidup perkawinanmu. Milikilah sebuah perkawinan yang
bahagia. Kamu pasti bisa mendapatkannya.
~ 0 ~
Semoga kita bisa mengambil manfaat dari Kisah ini. Amin.. ;).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar